Belenggu Batin Dalam Perspektif Agama Buddha
Ke-sepuluh Samyojana (belenggu batin) tersebut adalah:
- Sakkaya-ditthi: diartikan sebagai kepercayaan tentang “aku” atau keberadaan “aku” sebagai suatu entitas yang solid, hal ini akan membawa kita pada ilusi akan adanya “aku”, egoisme, dan individualitas. Pandangan tentang adanya aku merupakan hambatan besar dalam latihan untuk mencapai nibhana. Kemelekatan terhadap pendangan tentang adanya “aku” merupakan dasar dari setiap masalah yang ada. Kita bersikukuh mempertahankan pandangan bahwa “Saya sedang mencari kebahagiaan” membuat kita menjadi tidak bahagia.
- Vicikiccha: Merupakan keragu-raguan atau ketidakyakinan terhadap Sang Buddha, Dhamma, Sangha, ajaran Sang Buddha, kehidupan masa lampau, masa depan, masa lampau dan masa depan, serta keyakinan bahwa segala sesuatu memiliki penyebab. Sang Buddha mengatakan bahwa dengan adanya keragu-raguan ini membuat manusia seperti tersesat di padang gurun tanpa memiliki peta. Vicikiccha juga merupakan salah satu panca nivarana dalam melaksanakan Samma-Samadhi.
- Silabatapamarasa: Merupakan kepercayaan terhadap upacara atau ritual yang salah, dapat membebaskan manusia dari penderitaan dan kesucian dapat dicapai dengan melakukan ritual atau upacara tersebut. Sang Buddha mengatakan bahwa pembacaan kitab suci, penyiksaan diri, tidur di tanah, pembacaan doa, petapaan, menyayikan lagu, memiliki jimat, pembacaan mantra dan seruan dapat membuat manusia mencapai Nibhana. Sang Buddha mengibaratkan hal ini layaknya seseorang yang ingin menyebrangi sungai, duduk dan membaca doa tidak akan menolong orang tersebut menyebrangi sungai. Ia harus berusaha membuat rakit atau jembatan untuk menyebrangi sungai.
- Kama-raga: Dapat diartikan sebagai nafsu indriya. Ini merupakan salah satu akar dari tanha (keinginan rendah) yang menjadi inti dari penderitaan kita. Terkadang setelah mengalami penderitaan kita jadi melekat terhadap sesuatu. Namun sesuatu yang menjadi tempat melekat kita sering kali tidak ada hubungan nya dengan penderitaan yang kita alami.
- Vyapada: Merupakan kebencian atau keinginan yang tidak baik. Vyapada dapat juga diartikan sebagai penolakan atau pertentangan terhadap sesuatu yang baik. Hal ini yang mejadi penyebab konflik dalam individu.
- Rupa-raga: Merupakan keinginan untuk terlahir di alam rupa (alam berbentuk). Rupa-raga merupakan belenggu yang membuat kita melekat pada samsara kehidupan. Dengan diatasinya hal ini akan membimbing kita dalam upaya awal untuk mengatasi panca nivarana.
- Arupa-raga: Merupakan keinginan untuk terlahir di alam arupa (alam tidak berbentuk). Keinginan untuk terlahir di alam arupa (contoh: alam dewa, alam brahma) tetap merupakan penghambat bagi kita untuk mencapai Nibbana karena adanya faktor kemelekatan yang belum diputus dalam hal ini. Sang Buddha berhasil mengatasi hambatan ini di bawah pohon bodhi di malam ia mencapai kesempurnaan dengan melakukan Vipassana Bhavana.
- Mana: Ketinggian hati yang bersifat halus. Mana membuat kita terus menerus membandingkan segala sesuatu sehingga membuat kita merasa lebih baik dari orang lain, lebih buruk dari orang lain, atau setara dengan orang lain.
- Uddhacca: Batin yang belum seimbang. Merupakan ketidak mampuan dalam menenangkan pikiran, entah karena perasaan senang, duka, bersemangat, khawatir, dan sebagainya. Uddhacca juga merupakan salah satu dari panca nivarana.
- Avijja: Merupakan kegelapan batin. Merupakan kondisi batin yang sangat halus sekali karena terkait dengan belum sempurnanya seseorang atau seseorang belum mencapai Arahat. Kegelapan batin yang dimaksud disini juga merupakan kebodohan yang terkait dengan Empat Kebenaran Mulia (Four Noble Truths) dan delusi yang mencegah kita untuk melihat kenyataan bahwa segala sesuatu tidak kekal.
Lima belenggu yang pertama dikenal sebagai belenggu tingkat rendah atau Orambhagiya-Samjoyana karena hal-hal tersebut mengikat kita terhadap duniawi.
Lima belenggu kedua dikenal sebagai belenggu tingkat tinggi atau Uddhambhagiya-Samyojana karena hal-hal tersebut mengikat kita pada alam arupa.