Mimpi Ananda

“Demikianlah yang telah ku dengar… Selama kamu di jalan Dhamma, Buddha akan selalu besertamu”.

Suatu hari Ananda berkata kepada Sang Buddha bahwa ia mempunyai 7 buah mimpi. Lalu Buddha bertanya, “Apakah ke 7 mimpi itu, Ananda?” Ananda menjawab: “Dalam mimpi pertama, saya bermimpi bahwa sepanjang lautan samsara terbakar; Apinya begitu dasyat hingga sampai ke langit, Yang Mulia!” “Ananda, biasanya seorang yang telah mencapai kesucian tidak akan mengartikan segala macam mimpi-mimpi, namun mimpimu itu bukan sesuatu hal yang biasa. Lautan api menandakan bahwa para Sangha yang akan datang kebanyakan memiliki perilaku tidak benar, hanya sedikit sekali yang bersifat baik; mereka akan sering bertengkar antara satu dengan yang lainnya, bagaikan iar jernih yang terjilat oleh api yang panas.

Lalu Sang Buddha bertanya lagi kepada Ananda,”Apakah mimpimu yang ke-2?”

“Oh! Yang Mulia, saya bermimpi bahwa matahari telah tiada, dunia menjadi amat kosong, dan tidak ada bintang di langit”.

“Ananda, Ini pertanda bahwa saya tidak lama lagi akan parinibbana, banyak pengikut Saya yang akan parinibbana juga, ini menandakan bahwa mata kebijaksanaan lama akan segera pudar”.

Lalu “Apakah mimpimu yang ke-3?”

“Yang Mulia, saya bermimpi bahwa para bhikkhu tidak lagi mengenakan jubah, mereka jatuh ke tanah lalu kepalanya diinjak-injak oleh umatnya sendiri.”

“Ananda, ini menandakan bahwa para bhikkhu yang akan datang tidak bertindak sesuai dengan apa yang mereka ucapkan. Mereka mempunyai sifat iri hati antara sesama, tidak menghormati hukum kebenaran, yang pada akhirnya reputasi mereka akan jatuh dan umat awam akan meremehkan Sangha. Para umat akan menghancurkan vihara-vihara beserta persatuan Sangha”.

“Apakah mimpimu yang ke-4, Ananda?”

“Yang Mulia, saya bermimpi bahwa jubah para bhikkhu compang-camping”.

“Ananda, Ini berarti bhikkhu Sangha yang akan datang tidak lagi memakai jubah, tidak lagi mengikuti vinaya, seperti umat awam biasa, mereka akan bekeluarga. Oh! Ini sungguh-sungguh sangat menyedihkan!…

“Kemudian apakah mimpimu yang ke-5?”

“Yang Mulia, saya melihat banyak babi-babi di hutan yang sedang menggali akar dari pohon Bodhi”.

“Ananda, ini menyatakan bahwa para bhikkhu Sangha di masa depan hanya mementingkan uang, mereka akan menjual patung-patung Buddha dan sutra-sutra”.

“Kemudian apakah mimpimu yang ke-6?”

“Yang Mulia, saya melihat seekor gajah besar mengacuhkan dan mengabaikan gajah kecil dan singa – sang raja hutan mati. Bunga-bunga suci berjatuhan di atas kepala sang singa, tetapi binatang-binatang yang lain malah menjauh karena ketakutan. Tidak lama, tubuh singa itu digerogoti cacing-cacing dan belatung”.

“Ananda, gajah besar yang mengabaikan gajah kecil berarti bhikkhu Sangha di masa depan adalah ketua yang sombong dan congkak, yang tidak mau menuntun yang muda. Cacing dan belatung yang mengegoroti tubuh singa berarti tidak ada satu pun agama yang dapat menghancurkan agama Buddha, tetapi umat Buddha sendirilah yang akan menghancurkan ajaranKu”.

“Apakah mimpimu yang terakhir (ke-7)?”

“Yang Mulia, saya bermimpi gunung Meru berada di kepala saya tetapi saya tidak merasa berat”.

“Ananda, Inilah suatu pertanda bahwa saya akan parinibbana dalam waktu tiga bulan, semua para bhikkhu beserta umatnya akan sangat memerlukan bantuanmu untuk menulis semua sutta-sutta yang telah Kubabarkan”.

“Bahkan Agama Buddha pun tidak kekal. Dengan mengenali tanda-tanda ini, kita bisa menjaga agar dapat menghindari kepercayaan secara membabi buta dan terus berlatih dengan penuh kesadaran sehingga kita bisa memperpanjang eksistensinya Agama Buddha ini”.

Menjelang Sang Buddha Parinibbana, Beliau secara umum memuji Ananda atas kemampuan ingatannya pada semua ajaran Beliau. Para bhikkhu mengutuskan Ananda untuk menghadap Sang Buddha dan mengajukan beberapa pertanyaan:
1.    Siapa yang akan menjadi guru kita setelah Sang Buddha Parinibbana?
2.    Kemana kita harus memusatkan pikiran kita saat Buddha Parinibbana?
3.    Bagaimana sikap dan tindakan kita ketika berhadapan dengan orang yang tidak baik, apabila Buddha telah Parinibbana?
4.    Bagaimana seharusnya menjelaskan sutta-sutta agar bisa meyakinkan uma-umat, apabila Buddha telah Parinibbana?

Jawaban Sang Buddha kepada Ananda, “Perhatikanlah Ananda apa yang akan Kukatakan!”:
1.    Berpedomanlah pada Dhamma dan Vinaya sebagai gurumu.
2.    Pusatkan pikiranmu pada empat landasan perhatian.
3.    Bila bertemu dengan orang yang tidak baik, hormatilah dan perlakukanlah mereka dengan kasih saya ng dan jangan terpengaruh oleh perbuatannya.
4.    Apabila menjelaskan sutta-sutta, sebaiknya diawali dengan perkataan… ‘Demikianlah yang telah kudengar…’ Selama kamu berada di jalan Dhamma, Buddha akan selalu besertamu.

Akhirnya Ananda mencapai penerangan sempurna satu hari sebelum rapat persamuan Sangha yang pertama. Dalam rapat tersebut Ananda mengawali dengan pembacaan sutta-sutta. Ia di angkat menjadi kepala Bhikkhu setelah Bhikkhu Mahakasyapa menyerahkan tanggung jawabnya kepada beliau. Pada usia 120 tahun, ia mencapai parinibbana di tepi sungai Gangga yang menghubungkan 2 kota, dengan bertujuan untuk meredakan dua kota yang sedang bertikai.

Sumber: Majalah Gema Dhammavadana Ed.38 Hal 25-26 (http://bodhi-diepa.com/)