Syair Meluruskan Pandangan & Menjernihkan Pikiran

Semua makhluk yang masih berproses tumimbal lahir tanpa akhir, mengalami penderitaan kelahiran dan kematian yang berulang-ulang. Berapa banyak bentuk kelahiran yang pernah kita lakoni?, berapa banyak orang tua kita? Berapa banyak nama yang diberikan? Berapa banyak energi yang dihabiskan untuk belajar? Berapa banyak tenaga yang terkuras untuk mengumpulkan kekayaan?, berapa banyak gejolak batin yang berkecamuk dalam membentuk keluarga? berapa banyak air mata yang mengalir akibat mengalami sakit, susah dan derita? Berapa banyak kebutuhan peti mati dan kuburan untuk menanam atau membakar jenazah kita? Kenyataannya sungguh tidak terbatas dan ke depan masih tidak terbatas. Menyadari hal demikian, apakah kita tidak lelah, jenuh dan jengah mengumpulkan segala sesuatu yang kenyataannya tidak di dapat? Selama orang belum tercerahkan dan terbebas dari proses tumimbal lahir maka segala aktivitasnya adalah khayal. Karena mempergunakan hati khayal, beraktivitas khayal, untuk mendapatkan segala suatu yang khayal, inilah sumber kebodohan dan penyebab derita panjang semua makhluk di tiga alam.

Kenapa kita bisa dilahirkan di dunia Saha ini? Karena batin kita sudah lama terbuai oleh rupa, terhanyut oleh perasaan, terperangkap oleh gejolak pikiran, tercerai berai karena diskriminasi pencerapan, dan terjerat oleh berbagai kesadaran relatif, sehingga sepak terjang kita menjadi liar dan sesat akibatnya hidup kita banyak susah dan mengalami penderitaan yang tidak berkesudahan. Untuk mengatasinya dan tujuan utama untuk keluar dari penjara tumimbal lahir, maka kembalikan kemurnian hati kita, pergunakan hati yang benar. Kita harus mencari hati yang tidak timbul dan tidak lenyap yang menjadi karakteristik sejati kita. Untuk itu terapkan praktik tiada mata, tiada telinga, tiada hidung, tiada mulut, tiada tubuh, dan tiada pikiran. Dilanjutkan tiada penglihatan, tiada pendengaran, tiada penciuman, tiada cita rasa, tiada sentuhan dan tiada dharma buah pemikiran. Karena tiada organ indera, tiada objek indera, sudah tentu tiada kesadaran indera, maka peran dan fungsi Panca Skandha menjadi sunya, tiada rupa tanpa rupa, tiada aktivitas tanpa aktivitas, cara efektif untuk mengatasi dan mengakhiri  kesusahan dan penderitaan umat manusia.

Tidak ada pencerahan dari lulusan pendidikan sekolah tinggi; Tidak ada kemuliaan seorang Shifu dari praktik perdagangan, tidak mungkin dapat meraih kesucian Arahat dari usaha kormersil; Tidak ada kewelas-asihan Bodhisattva jika menolong dengan pamrih; Tidak ada kesempurnaan Buddha tanpa pelepasan agung.  Tetapi dijaman kemunduran Dharma sekarang ini, sungguh ironis, prihatin dan sayang sekali banyak praktisi baik siswa maupun umat Buddha dalam melatih diri banyak yang bertindak menyimpang dan kacau dari norma-norma kepatutan dan kebenaran Buddhadharma. Mereka tidak bisa memfokuskan diri dalam pembelajaran, tidak konsisten dalam pembinaan, tidak berjuang gigih untuk meraih pencerahan dan pembebasan. Kecenderungan sifat mereka masih mengejar dan melekat kepada nama, keuntungan, harta, kenikmatan dan pelayanan. Coba perhatikan betapa mudahnya mencari praktisi Buddhis yang makmur tapi sulit mencari praktisi yang melaksanakan pelepasan agung. Mudah mencari kaum intelektual Buddhis tapi sulit mencari seseorang yang telah mencapai pencerahan. Gampang mencari seseorang dengan sebutan ‘Yang Mulia’ tapi sulit mencari seseorang dengan panggilan ‘Yang Arya’ (suciwan).

Di dalam Sutra disabdakan: “Karma buruk berasal dari gejolak hati, melakukan pertobatan pun harus dari penyesalan di hati. Bila hati sudah lenyap maka karmapun menjadi mati. Bila hati sunya dan karmapun sudah lenyap, inilah yang disebut pertobatan sejati”.

Dijaman kebobrokan sekarang ini banyak orang senang melakukan perilaku bodoh dan aksi kejahatan. Mereka berpikir nanti dosa dan karma buruk bisa dilenyapkan dengan pertobatan dan kebajikan dikemudian hari. Mereka belum sadar dan tidak memahami bahwa perilaku kebodohan dan aksi kejahatan yang dilakukan semua sudah tertanam di gudang memori kesadarannya sendiri, juga tertanam di gudang memori kesadaran makhluk lain yang pernah dijahati. Ditambah lagi semua keburukannya pasti diketahui oleh Sang Triratna dan Dewa Yama, tentu mana mungkin perilaku kejahatan memperoleh perlindungan, bimbingan serta berkah keberuntungan sehingga kehidupannya menjadi sulit dan penuh kemalangan. Apabila kemudian hari mereka sudah sadar dan jenuh dengan perilaku keburukannya, sehingga timbullah penyesalan dan rajin melakukan pertobatan. Tetapi ingat karma buruk yang sudah tertanam di gudang memori sendiri hanya bisa dilenyapkan apabila batinnya sudah sunya, bila hatinya belum sunya maka ia harus menerima konsekuensi akibat karma buruknya. Juga karma buruk yang pernah dilakukan dan sudah terekam di gudang memori mahkluk lain, maka sungguh sulit lari dari hukum sebab akibat untuk menghindar dari pembalasan mahkluk yang pernah dijahati. Sebagai buktinya lihat saja sejarah kehidupan para mahkluk agung dan para suciwan, walaupun mereka sudah memiliki ilmu kegaiban dan meraih kesucian total tapi mereka masih tidak luput dari pembalasan karma buruknya dimasa lalu, seperti disakiti, dibunuh atau mengalami kecelakaan dan kemalangan lainnya. Melihat kebenaran ini, janganlah menganggap enteng dan meremehkan perbuatan bodoh maupun aksi kejahatan sekecil apapun, karena setiap karma buruk tentu ada konsekuensinya, karena kelak kita harus mewarisinya dan mempertanggung-jawabkannya dan kita tidak bisa lari dari sebab akibat dari hukum karma.

Orang bodoh yang merasa dirinya bodoh mudah ditolong; Orang bodoh merasa dirinya tidak bodoh sulit ditolong; Tetapi orang bodoh merasa dirinya pintar tiada yang bisa menolong.

Menampik ajaran Buddha berarti mengabaikan ajaran kebenaran penuh kebijaksanaan. Mengulur-ngulur waktu dalam mempraktekkan Buddha Dharma adalah menyia-nyiakan jodoh dan kesempatan terlahir sebagai manusia untuk memperbaiki nasib. Meremehkan ajaran Buddha berarti merusak berkah keberuntungan sepanjang masa.

Orang yang sedikit karma buruknya disentil oleh sebait gatha Dharma saja ia mudah sadar. Orang yang karmanya cukup berat dinasehati banyak Dharma masih belum mau sadar, dibutuhkan waktu yang cukup lama membimbingnya baru bisa sadar. Tetapi bila seseorang karma buruknya terlalu berat dinasehati dan dibina sepanjang hayatnya tidak pernah bisa sadar, hanya kemalangan dan penderitaan yang menyakitkan baru bisa membuatnya sadar.

Bila dalam hidup ini pilihan umat awam tertuju hanya mau sukses duniawi, silahkan dijalankan sesuai naluri dengan sepenuh hati, tetapi resikonya kelak mengalami susah dan derita karena perpisahan dan riskan dalam proses tumimbal lahir. Apabila pilihan umat yang sudah sadar hanya tertuju untuk mempraktikan Buddhadharma secara total, maka dibutuhkan tekad dan pengorbanan, yaitu pelepasan agung dan konsentrasi penuh. Sukses duniawi bagaikan berenang-renang dulu dan bersakit-sakit kemudian, sedangkan untuk mencapai kesucian spritualitas mesti bersakit-sakit dulu baru bersenang-senang kemudian. Walaupun fenomena duniawi dan Nirvana adalah satu garis kesamaan tapi berbeda kutub. Tentu tidak mungkin praktisi mempunyai hati bercabang dua dan berdiri di atas dua perahu antara duniawi dan Nirvana, karena mustahil mendapatkan kedua-duanya sekaligus. Kenapa demikian? Dalam meraih ragam kesucian dibutuh totalitas praktik sunya dan pikiran terpusat, sedangkan kesuksesan duniawi dibutuhkan ego kuat dan kemelekatan tinggi. Hanya Bodhisattva tingkat tinggilah yang bisa berperan ganda sukses duniawi dengan batin Nirvana.

Sebatang rokok memiliki 44 jenis racun, tetapi kenapa masih banyak orang yang suka menghisapnya? Narkoba dapat merusak tubuh dan masa depan nasibnya tetapi kenapa banyak orang masih suka mengkomsumsinya? Aksi kejahatan merupakan aib yang berakibat kemalangan, kenapa masih banyak orang tidak malu dan takut akibat perbuatan jahat? Semua orang ingin memiliki segala sesuatu yang terbaik, tetapi kenapa wajah, penampilan, gerak-gerik, watak dan nasib setiap orang berbeda-beda? Kehidupan di dunia saha ini bagaikan ilusi dan impian hanya berlangsung sekejab saja dan kenyataannya segala sesuatunya tidak didapat, tetapi kenapa orang masih menyukai, melekat dan belum mau sadar? Jawabannya karena semua orang dicengkeram oleh kegelapan batin, dipengaruhi oleh kesadaran memori, dan dijerat oleh karmanya masing-masing yang pernah diciptakannya, sehingga setiap orang selalu berpendapat, berpikir dan bertindak penuh keegoisan dan nafsu yang bernuansa keserakahan, kebencian dan kebodohan, akibatnya menimbulkan perbedaan-perbedaan corak kehidupan, karakter dan nasibnya. Untuk memperbaiki segalanya ingatlah pepatah ini: Merubah dunia dengan ide-ide cemerlang, merubah penampilan dengan kekayaan, merubah watak dengan variasi kesadaran, merubah nasib dengan kualitas kebajikan, merubah bentuk kehidupan dengan ragamnya kesucian.