Perlu Dibangun & Manfaatnya Museum Buddhis International

(oleh YM Bhiksu Tadisa Paramita Mahasthavira)

Pendahuluan
Seperti kita ketahui, bahwa Sakyamuni Buddha adalah Guru Agung yang maha sempurna yang mengajarkan kebenaran absolut untuk semua makhluk di semua alam. Hyang Buddha senantiasa mengasihi dan membimbing semua makhluk agar bebas dari bodoh dan derita. Ajarannya berlandaskan realita dan bermanfaat, dapat dipraktikkan dan dibuktikan oleh siapa saja. Ajarannya begitu luas dan dalam membuka tabir rahasia alam semesta beserta isinya. Agama Buddha adalah agama universal yang membawa sukacita dan kedamaian bagi semua makhluk di jagad raya ini. Banyak siswanya setelah bertemu Hyang Buddha dan mempraktikkan Dharmanya meraih ragamnya kearifan, pencerahan dan kesucian. Sejarah agama Buddha dimulai sejak kelahiran Pangeran Siddharta Gotama sampai Maha Parinirvana (mangkatNya) Guru Buddha terus berkembang sampai sekarang sudah 2637 tahun. Walaupun tubuh Manusia Buddha sudah tiada tapi Dharmakaya (Tubuh absolut-Nya) masih eksis dan terus berkembang memanefestasikan dan menjelma ke beragam wujud di semua alam untuk membimbing dan melindungi para makhluk.

Sempurnanya Agama Buddha Kenapa Sulit Berkembang?
Seperti kita ketahui, Guru Buddha adalah Nabi yang paling sempurna di jagad raya ini. Juga ajaran Buddha adalah yang paling unik, luas dan dalam. Mengajarkan semua makhluk untuk tidak terjatuh ke alam tiga celaka (alam neraka, alam setan kelaparan dan alam binatang), mendidik manusia untuk memiliki harkat dan martabat sebagai manusia saleh. Membimbing semua makhluk untuk meningkatkan kualitas menjadi Dewa, menjadi Arahat, menerangkan praktik untuk menjadi Paccekha Buddha, berjuang untuk menjadi Bodhisattva dan membimbuing semua makhluk yang memiliki jiwa Buddha untuk mencapai Samyak Sambuddha. Juga telah terbukti banyak siswa dan umat Buddha yang mencapai ragamnya kesucian.

Lalu kenapa agama Buddha yang sempurna sulit tumbuhberkembang? Indonesia dulu di jaman Majapahit dan Sriwijaya, rakyatnya mayoritas beragama Buddha, bukti terkenalnya adalah “Sumpah Palapa” yang telah menyatukan seluruh kepulauan Indonesia yang merupakan cikal bakal menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Juga nenek moyang yang beragama Buddha telah menghantarkan Bangsa Indonesia memasuki “Jaman Keemasan”, lalu sekarang apa yang terjadi, kenapa agama Buddha merosot dratis dan mengkhawatirkan? Mengapa bisa demikian terpuruk? Tiada lain siswa dan umat Buddha sekarang begitu apatis dan tidak bergairah untuk mempelajari ajaran Buddha dan tidak peduli untuk mengembangkan agama Buddha. Ditambah lagi banyak siswa dan umat Buddha kurang memahami makna hidup dan kehidupan rapuh dan kehidupan yang berkelanjut sehingga cenderung hanya mengejar kesuksesan dunia dan kemakmuran sesaat saja. Tidak mau melakukan rutinitas kebajikan untuk membangun sarana dan prasarana agama Buddha bagi tumbuh dan berkembangnya agama Buddha. Ditambah minimnya pendidikan Buddhis yang berkualitas sehingga agama Buddha kurang diminati bahkan ada yang mencampak kannya. Akibatnya kualitas dan kuantitas umat Buddha terus menurun dari tahun ke tahun dan dikhawatirkan kelak agama Buddha akan lenyap di muka bumi ini. Lalu siapa yang bertanggung jawab akan hidup dan matinya agama Buddha? Tiada lain ya siswa dan umatnya sendiri harus bahu membahu berupaya, bersinergi dan membuat strategi untuk membangun kembali kuantitas dan kualitas umat Buddha dipersada nusantara ini.

Ada pepatah Buddhis yang mengatakan: “Di dalam diri kita memiliki hakikat Buddha, hakikat Buddha inilah adalah kesejatian Buddha. Bila kita tidak mengembangkan hati Buddha, kemana lagi kita dapat memohon Buddha? Artinya, bila kita mau mempraktikan ajaran Buddha secara benar dan utuh, maka praktisi tersebut harus membina diri, peduli serta mengambil peran aktif untuk menumbuh kembangkan agama Buddha dengan berbagai cara berdasarkan kemampuan masing-masing, demi mengembalikan kecemerlangan agama Buddha untuk menerangi kegelapan dunia dan membimbing semua makhluk agar peroleh pencerahan dan pembebasan mutlak.

Perlu diingat, bila agama Buddha lenyap di suatu negara, maka kehidupan rakyatnya akan kacau dan rusuh, negara itupun akan terpuruk dan pudar kejayaannya. Begitupula bila agama Buddha lenyap di dunia maka duniapun akan kacau, berseteru, rusuh dan lenyapnya perdamaian dunia. Sebaliknya bila agama Buddha itu masih eksis dan tumbuh berkembang maka para dewa pelindung dunia masih menjaga keamanan dunia secara spiritual, menghindari segala bencana dan malapetaka dan melenyapkan segala gangguan dari makhluk jahat, sehingga rakyatnya hidup damai sejahtera, rukun, aman dan sentosa.

Mengaktualisasi Sejarah dan Pendidikan Dibutuhkan Museum Buddhis
Sekarang ini bangunan vihara sudah banyak dibangun dan masih dirasakan kurang optimal untuk membangun kualitas kesadaran dan kearifan para praktisi dan umat.  Utama minimnya guru pengajar agama Buddha yang berkualitas, berkompeten, dan berdedikasi untuk mengembangkan kualitas dan kuantitas umat Buddha, khususnya di negara Indonesia. Akibat minimnya informasi dan  pengetahuan sehingga banyak umat Buddha di rayu dan terpaksa berpindah agama. Ditambah lagi tidak adanya sarana museum Buddhis yang berskala internasional yang mengungkap keagungan perjalanan spiritual Guru Buddha dan sejarah perkembangnnya. Ditambah lagi, minimnya strategi, kurang maksimal  dan tidak berbobot untuk menggugah dan menerangkan  Buddhadharma Ajaran Mulia secara utuh dan menyeluruh kepada masyarakat Buddhis. Para guru dan tokoh pendidikan Buddhis kiranya intelektualnya sudah tumbuh berkembang tapi sayangnya sangat sedikit sekali memberikan contoh tindakan terpuji dan menjadi figur teladan bagi siswanya untuk berbakti dan mengabdi bagi kemajuan agama Buddha. Juga kurangnya informasi tentang sejarah, kemegahan dan manfaat mengunjungi  candi, pagoda, stupa maupun vihara baik di dalam negeri maupun di manca negara. Karena kurangnya informasi inilah maka banyak umat yang tidak tertarik dan kurang antusias belajar tentang agama Buddha yang melingkupi pengetahuan sejarah  maupun kebenaran agama Buddha, juga tidak adanya pelajaran seni dan budaya Buddhis dalam mata pelajaran agama Buddha.

Untuk mengisi kekurangan informasi maka dibutuhkan Museum  Buddhis sebagai alternatif untuk pembelajaran bagi para siswa maupun umat Buddha, agar mereka dapat tergugah, tertarik dan untuk melihat dan mempelajari sejarah dan perkembangan aneka rupang, Maha Tripitaka, foto, slide, skema, benda-benda unik dan langka sebagai bukti nyata yang dikemas apik dan dipamerkan dalam Museum Buddhis.

Kenapa Museum Buddhis Harus Berskala Internasional?
Agama Buddha tumbuh berkembang di lima benua bahkan di semua alam. Ajaran agama Buddha tidak tersekat ruang dan waktu. Kemuliaan dan kekayaan Buddhis tidak terkirakan. Jadi isi dan kelengkapan museum Buddhis pun jangan hanya sebatas satu sekte atau satu negara melainkan harus melingkupi aneka Dharma dan banyak negara, sehingga museum Buddhis itu bisa berbobot dan bervariasi sehingga patut mempergunakan identitas internasional dan harus berskala internasional, agar masyarakat dunia bisa memahami agama Buddha secara utuh dan menyeluruh.

MANFAAT MUSEUM SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN
Arti mu¬seum oleh sebagian besar masyarakat adalah bangunan atau gedung yang menyimpan benda-benda antik, barang-barang kuno, peninggalan-peninggalan sejarah. Jadi, di sini tersirat asas manfaat

Museum adalah insti¬tusi permanen, nirlaba, melayani kebutuhan publik, terbuka, dengan melakukan usaha pengoleksian, mengonservasi, meriset, mengomunikasikan, dan memamerkan benda nyata kepada masyarakat untuk kebutuhan studi, pendidikan, dan hiburan.

Secara etimologis, museum berasal dari kata Yunani, mouseion, yang sebenarnya merujuk kepada nama kuil untuk sembilan Dewi Muses, anak-anak Dewa Zeus yang melambangkan ilmu dan ke¬senian.

Museum sejak semula dihubungkan dengan gagasan mulia mendorong perkembangan kesadaran dan pengertian tentang bagaimana menjalani hidup baik personal maupun kolektif.

Museum tidak lagi sekedar memenuhi fungsi praktikal, tetapi juga sebagai tempat pengembangan ke¬sadaran dan pemahaman kreatif anggota masyarakat, secara khusus dunia pendidikan. Kunjungan ke museum patut merangsang orang untuk beri¬ma¬jinasi, mengintegrasikan nilai dan perilaku, me¬ngem¬bangkan budaya nasional dan glo¬bal yang berkelanjutan tanpa perlu kehilangan iden¬titas dan watak bangsa.

“Apabila suatu bangsa adalah sebuah keluarga yang hidup dengan dan dalam rumah kebudayaannya, maka Museum dapatlah dipahami sebagai album keluarga itu. Di dalam album itulah foto-foto seluruh keluarga tersimpan dan disusun dari setiap masa dan generasi. Foto-foto itu ditatap untuk tidak sekedar menjenguk dan menziarahi sebuah masa lalu, sebab waktu bukan hanya terdiri dari ruang dimensi kemarin, hari ini dan besok pagi. Foto-foto itu adalah waktu yang menjadi tempat untuk menatap dan memaknai seluruhnya, bukan hanya peristiwa, akan tetapi juga pemaknaan di balik peristiwa-peristiwa itu. Pemaknaan tentang seluruh identitas, di dalam dan di luar kota. Foto-foto itu akhirnya bukan lagi dipahami sebagai sebuah benda, melainkan sebuah kenyataan dan fakta”.

Uraian tersebut menunjukkan, museum tidak hanya berfungsi sebagai lembaga yang mengumpulkan dan memamerkan benda-benda yang berkaitan dengan sejarah perkembangan kehidupan manusia dan lingkungan, tetapi merupakan suatu lembaga yang mempunyai tugas untuk melakukan pembinaan dan pengembangan nilai budaya agama dan bangsa guna memperkuat kepribadian dan jati diri bangsa, mempertebal keyakinan kepada Buddha, Dharma dan Sangha, serta meningkatkan rasa harga diri dan kebanggaan nasional.

Dalam kenyataannya, saat ini masih banyak masyarakat, termasuk kalangan pendidikan, yang memandang Museum hanya berfungsi sebagai tempat menyimpan dan memelihara benda-benda peninggalan sejarah serta menjadi monumen penghias kota. Akibatnya, banyak masyarakat yang enggan untuk meluangkan waktu berkunjung ke Museum dengan alasan kuno dan tidak prestis, padahal jika semua kalangan masyarakat sudi meluangkan waktu untuk datang untuk menikmati dan mencoba memahami makna yang terkandung dalam setiap benda yang dipamerkan museum, maka akan terjadi suatu transfomasi nilai warisan agama, budaya bangsa dari generasi terdahulu kepada generasi sekarang.

Bagi dunia pendidikan, keberadaan museum merupakan suatu yang tidak dapat terpisahkan, karena keberadaannya mampu menjawab berbagai pertanyaan yang muncul dalam proses pembelajaran terutama berkaitan dengan sejarah perkembangan manusia, agama, budaya dan lingkungannya.

Museum sebagai Sumber Pembelajaran
Sebagai lembaga yang menyimpan, memelihara serta memamerkan hasil karya, cipta dan karsa manusia sepanjang zaman, museum merupakan tempat yang tepat sebagai Sumber Pembelajaran bagi kalangan pendidikan, karena melalui benda yang dipamerkannya pengunjung dapat belajar tentang berbagai hal berkenaan dengan nilai, perhatian serta peri kehidupan manusia.

Kegiatan observasi yang dilakukan oleh siswa di Museum merupakan batu loncatan bagi munculnya suatu gagasan dan ide baru karena pada kegiatan ini siswa dirangsang untuk menggunakan kemampuannya dalam berfikir kritis secara optimal. Kemampuan berfikir siswa tersebut menurut Takai and Connor (1998), meliputi :
a.     Comparing and Contrasting (kemampuan mengenal persamaan dan perbedaan pada objek yang diamati
b.     Identifying and Classifying (kemampuan mengidentifikasi dan mengelompokkan objek yang diamati pada kelompok seharusnya).
c.     Describing (kemampuan menyampaikan deskripsi secara lisan dan tulisan berkenaan dengan objek yang diamati).
d.     Predicting (kemampuan untuk memprakirakan apa yang terjadi berkenaan dengan objek yang diamati).
e.     Summarizing (kemampuan membuat kesimpulan dari informasi yang diperoleh di Museum dalam sebuah laporan secara singkat dan padat).

Kemampuan berpikir tersebut tidak akan muncul dengan sendirinya tanpa adanya bimbingan dan pembinaan yang memadai dari gurunya. Upaya yang dapat dilakukan oleh guru dalam menumbuhkan kemampuan berfikir kritis siswa melalui kegiatan kunjungan ke Museum, di antaranya :
a.     Dalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas untuk materi tertentu, guru perlu sering mengajak, menugaskan atau menyarankan siswa berkunjung ke Museum guna membuktikan uraian dalam buku teks dengan melihat bukti nyata yang terdapat di museum. Kegiatan ini idealnya dilakukan dengan melibatkan siswa dalam jumlah yang tidak terlalu besar untuk mempermudah guru dan pemandu museum membimbing siswa saat mengamati koleksi museum.
b.     Memberikan pembekalan terlebih dahulu kepada siswa sebelum melakukan kunjungan ke museum, terutama berkaitan dengan materi yang akan di amati. Kegiatan ini dilakukan agar pada diri siswa tumbuh rasa ingin mengetahui dan membuktikan apa yang di informasikan oleh gurunya atau pemandu museum.
c.     Menyediakan alat bantu pendukung pembelajaran bagi siswa, berupa lembar panduan atau LKS (lembar kerja siswa)  yang materinya disusun sesingkat dan sepadat mungkin serta mampu menumbuhkan daya kritis siswa terhadap objek yang diamati
d.     Selama kunjungan guru dan atau pemandu museum berada dekat siswa untuk memberikan bimbingan dan melakukan diskusi kecil dengan siswa berkenaan dengan objek yang diamati
e.     Setelah kegiatan kunjungan, siswa diminta untuk membuat laporan berupa kesimpulan yang diperoleh dari hasil kegiatan kunjungan ke museum, kemudian hasil tersebut didiskusikan dalam kelas.
f.     Pada bagian akhir kegiatan, guru perlu melakukan evaluasi terhadap program kegiatan kunjungan tersebut sebagai tolok ukur keberhasilan kegiatan kunjungan tersebut.

Selain upaya yang dilakukan oleh guru dalam kegiatan kunjungan ke Museum, pihak pengelola (kurator) museum juga perlu melakukan berbagai upaya agar pengunjung, terutama kalangan pendidikan dapat memperoleh hasil yang maksimal dalam kegiatan kunjungannya.

Upaya dapat dilakukan oleh pengelola museum dalam menjadikan museumnya sebagai sumber bagi kegiatan pembelajaran, di antaranya:
a.     Menyediakan panel informasi singkat berkenaan dengan pembagian ruang dan jenis koleksi yang dipamerkannya di pintu masuk museum, sehingga pengunjung dapat memperoleh gambaran isi museum secara lengkap begitu masuk pintu museum, sehingga walau pengunjung hanya masuk ke salah satu ruangan, dia tidak akan kehilangan “cerita” yang disajikan museum.
b.     Menyediakan panel-panel informasi yang disajikan secara lengkap dan menarik sebagai pelengkap benda koleksi pameran dan diorama.
c.     Menyediakan berbagai fasilitas penunjang kegiatan pendidikan, seperti leaflet, brosur, buku panduan, film, mikro film, slide dan lembar kerja siswa (LKS), sehingga pengunjung dengan mudah mempelajari objek yang dipamerkan museum.
d.     Khusus berkenaan dengan LKS, perlu dirancang LKS museum yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing tingkatan usia siswa serta mampu membangkitkan daya kritis siswa sesuai dengan tingkatannya.
e.     Museum perlu menyelenggarakan berbagai kegiatan permainan museum yang menarik dan mampu meningkatkan pemahaman siswa akan objek yang dipamerkan.

Perlunya kerjasama antara sekolah dengan Pengelola Museum
Di atas sudah diuraikan bahwa pemanfaatan museum secara optimal oleh siswa dapat dicapai jika sebelum melakukan kegiatan kunjungan ke museum diberikan pengenalan terlebih dahulu berkenaan dengan materi atau objek yang dipamerkan. Melalui kegiatan eksplorasi pra kunjungan diharapkan siswa akan mampu menangkap berbagai informasi penting berkenaan dengan objek yang dipamerkan sesuai dengan apa diharapkan. Agar guru mampu melakukan bimbingan dalam kegiatan kunjungan ke museum, maka guru perlu menjalin kerjasama dengan pengelola museum guna memperoleh informasi lengkap tentang museum dan koleksi yang dipamerkannya.

Sebaliknya pihak pengelola (kurator) museum dalam menyusun berbagai program pendidikan di museum serta sarana penunjangnya, perlu melakukan kerjasama dengan kalangan pendidikan agar program pendidikan di museum dan sarana penunjangnya, seperti LKS, dapat sesuai dengan apa yang menjadi tuntutan kurikulum sekolah. Selain itu, antara museum satu dengan yang lainnya yang berada dalam satu kota perlu melakukan kerjasama dalam membuat buku informasi museum bersama yang nantinya buku tersebut dapat dibagikan kepada kalangan pendidikan, terutama sekolah, sehingga ketika akan melakukan kegiatan kunjungan dengan mudah guru menentukan museum mana yang akan dikunjungi sesuai dengan tuntutan kurikulum pada saat itu.

Akhirnya melalui pemanfaatan Museum sebagai sumber pembelajaran diharapkan akan mampu meningkatkan kualitas pendidikan dan penyebaran agama,  dan keberadaan museum tidak hanya menjadi penghias atau monumen kota saja melainkan sebagai monumen kebangkitan kembali untuk kejayaan agama Buddha. Semoga tulisan ini menyadarkan kita semua perlunya dukungan dan bantuannya untuk merealisasikan berdirinya Museum Buddhis Internasional yang diharapkan dapat memberikan pengetahuan sejarah, pendidikan dan seni budaya Buddhis untuk memberikan manfaat bagi masyarakat Buddhis khususnya dan masyarakat luas pada umumnya.