Robot Pandita Buddhis & Bhiksu Kecil

Tokyo, Jepang terkenal dengan teknologi robotnya. Dari robot yang berfungsi sebagai pekerja pabrik, pembantu untuk manula, hingga kini sebagai pandita Buddhis untuk upacara duka.

Pepper, robot humanoid mengenakan pakaian pandita Buddhis dalam demonstrasinya pada pameran di Life Ending Industry Expo 2017 in Tokyo, Japan. Foto: Kim Kyung-Hoon/Reuters

Mengambil ide dari robot pemberkat dari Jerman, kini Pepper, robot humanoid dari perusahaan SoftBank di Jepang, dilengkapi dengan kemampuan untuk mengalunkan sutra dalam suara terkomputerisasi sambil mengetuk sebuah muyu (ikan kayu), dan digunakan sebagai alternatif pelayanan upacara duka.

Robot setinggi 1,2 meter dan berkepala putih plontos tersebut dipamerkan pada hari Rabu (23/8) di sebuah pameran industri pemakaman, Life Ending Industry Expo, di Tokyo, yang dipamerkan oleh perusahaan pembuat cetakan plastik Nissei Eco.

Menurut data Asosiasi Konsumen Jepang pada tahun 2008, dengan biaya pemakaman di Jepang sekitar sebesar 340 juta rupiah dan biaya pandita sekita 30 juta, perusahaan Nissei Eco ingin memotong biaya permasaran tersebut dengan menghadirkan Pepper yang seharga 6 juta rupiah untuk satu upacara duka.

Dengan populasi Jepang yang menua dan menyusut, banyak pandita Buddhis menerima sedikit dukungan finansial dari masyarakat mereka, ini mendorong beberapa di antaranya untuk mencari pekerjaan paruh waktu di luar tugas keagamaan mereka, kata Michio Inamura, penasihat eksekutif Nissei, yang menyarankan agar Pepper dapat masuk saat tenaga manusia tidak ada.

Pepper melafalkan sutra sambil memukul muyi (bokie). Foto: Kim Kyung-Hoon/Reuters

Penyelenggara pemakaman dapat memilih untuk mengenakan Pepper dengan jubah seorang pandita Buddha bahkan bisa menyiarkan siaran langsung upacara duka tersebut kepada mereka yang tidak dapat menghadiri pemakaman secara langsung.

Namun kehadiran Pepper sebagai pengganti pandita tidak serta-merta dapat diterima oleh semua kalangan.

Tetsugi Matsuo, seorang pandita Buddhis mengatakan, seperti yang dilansir The Guardian, Rabu (23/8/2017) bahwa ia datang ke pameran untuk melihat apakah Pepper bisa menyampaikan aspek ‘batin’ karena ia percaya bahwa ‘batin’ adalah dasar dari agama.

Robot sebagai agamawan juga digunakan di Tiongkok, salah satunya Xian’er sebuah robot menyerupai “bhiksu” kecil berjubah kuning yang sedang membawa layar sentuh dan bersuara seperti anak laki-laki, menjadi terkenal setelah penampilan perdananya di Festival Animasi Guangzhou pada 4 Oktober 2015 yang lalu di Provinsi Guangzhou, Tiongkok.

Robot perlahan merayap ke dalam sebagian besar aspek kehidupan manusia, dari menjadi pembantu, penghibur, dan pekerja. Tetapi dapatkah ia menggantikan peran manusia sebagai pandita atau bhiksu yang memerlukan aspek batin dalam pelayanannya?[Bhagavant]

Kenalkan Ini Xian’er Robot Bhiksu
Beijing, Tiongkok – Tingginya hanya sekitar 60 cm dan ia bahkan bukan seorang manusia, namun beberapa bulan belakangan ini ia menjadi pusat perhatian karena ikut menyebarkan Agama Buddha di salah satu vihara di Tiongkok.

Xian’er Robot Bhiksu dari Vihara Longquan, Beijing, Tiongkok. Foto: tangkapan layar Reuters.

Namanya Xian’er (贤二, Xián èr – berbudi luhur) sebuah robot menyerupai “bhiksu” kecil berjubah kuning yang sedang membawa layar sentuh dan bersuara seperti anak laki-laki, menjadi terkenal setelah penampilan perdananya di Festival Animasi Guangzhou pada 4 Oktober 2015 yang lalu di Provinsi Guangzhou, Tiongkok.

Xian’er yang juga dikenal dengan nama Xian’er Robot Viharawan (贤二机器僧, Xián èr jīqì sēng) atau Xian’er Robot Bhiksu merupakan robot interaktif yang dimiliki oleh Vihara Longquan di Haidian, Beijing. Ia menjadi populer karena kemampuannya berinteraksi dan menjawab pertanyaan termasuk mengenai ajaran Agama Buddha.

Xian’er dibuat dengan teknologi pengenal suara yang memungkinkannya terlibat dalam percakapan yang sederhana dengan orang-orang dan menerima instruksi, dan juga bisa melantunkan sutra atau dharani dan juga musik Buddhis.

“Saya memiliki banyak guru, yang mana yang kamu tanya?” kata Xian’er saat ditanya “siapa gurumu?” oleh Y.M. Bhiksu Xianfan (Master Xianfan), pencipta karakter Xian’er, saat mendemonstrasikan kemampuan robot yang berdiri dengan dua roda itu.

Karakter Robot Xian’er sendiri berasal dari karakter yang diambil dari tokoh komik berjudul “Masalah yang Dibuat Sendiri” (烦恼都是自找的, Fánnǎo dōu shì zì zhǎo de) yang juga diciptakan oleh Master Xianfan dan diterbitkan oleh Vihara Longquan.

Komik yang terbit sejak 2013 tersebut bercerita mengenai kehidupan seorang samanera (calon bhiksu) bernama Xian’er di sebuah vihara.

Karakter Robot Bhiksu Xian’er dari komik “Masalah yang Dibuat Sendiri” (烦恼都是自找的, Fánnǎo dōu shì zì zhǎo de).

“Kami hanya ingin menerapkan pendekatan modern untuk menyebarkan Agama Buddha,” kata Master Xianfan, seperti yang dilaporkan China Daily dari Beijing News, awal April lalu.

Master Xianfan yang juga bertanggung jawab atas grup animasi yang bekerja untuk Vihara Longquan yang berada dalam naungan Asosiasi Buddhis Tiongkok menjelaskan bahwa untuk memberikan perbedaan dari gambar kartun Jepang dan negara-negara Barat, mereka menggunakan lukisan tradisional Tionghoa untuk serial kartun tersebut sebagai simbol budaya.

Sementara itu Y.M. Bhiksu Xianshu (Master Xianshu) yang merupakan tokoh dibalik terciptanya robot tersebut, menjelaskan bahwa ide dasar dari Robot Xian’er berasal dari Y.M. Bhiksu Xuecheng (Master XueCheng) yang merupakan kepala Vihara Longquan yang juga ketua Asosiasi Buddhis Tiongkok. Master Xuecheng berharap memadukan Agama Buddha dengan teknologi.

“Xian’er mampu menyebarkan ajaran Buddha dengan cara yang informal dan mudah. Sama seperti bagaimana guru saya mengajari saya sebelumnya. Ia tidak pernah menanamkan pemikiran Buddhis yang rumit pada kami,” katanya dalam liputan CCTV+.

Xian’er telah menjadi terkenal dengan serial komiknya. Namun, para bhiksu di Vihara Longquan khawatir bahwa masyarakat terlalu berfokus pada inovasi robot tersebut, bukan pada pesan yang disampaikannya. Untuk itu, mereka memikirkan cara-cara untuk mencegah robot tersebut hanya menjadi obyek wisata.

Dalam pusat seni di Vihara Longquan, karakter Xian’er juga sedang dikembangkan menjadi kartun dan serangkaian claymation (animasi tanah lempung /clay). Para staf telah bekerja keras untuk memperkaya cerita Xian’er tersebut, membuat mereka lebih menarik dan berpengaruh untuk menjaga pesan-pesan Buddhis yang relevan.

Meskipun dikenal dengan julukan Robot Bhiksu, namun berdasarkan karakter awal dari komik dan juga terbatasnya pengetahuannya saat ini, bisa dikatakan Xian’er sekarang ini hanyalah sebuah Robot Samanera.

“Sekarang kami mengerjakan data Xian’er dan memperluas repertoarnya (perbendaharaan bahasa). Kami berusaha untuk memasukkan lebih banyak lagi kitab suci Buddhis ke dalam robot tersebut, seperti Tripitaka. Kami terus akan mencatat petunjuk-petunjuk dari kepala vihara kami, dan memprogram mereka ke dalam memori robot bhiksu tersebut,” kata Master Xianshu.

Berikut contoh jawaban Xian’er atas pertanyaan yang diberikan reporter Beijing News.
Reporter: Istri saya memiliki temperamen buruk. Apa yang harus saya lakukan?
Xian’er: Bertahanlah dengannya. Saya tidak bisa menasihatimu untuk bercerai.
Reporter: Bagaimana menghentikan ibuku dari mengomeliku?
Xian’er: Bersikaplah lebih baik kepadanya.
Reporter: Saya tidak ingin hidup lagi.
Xian’er: Kamu bukanlah satu-satunya orang dengan pengalaman yang menyedihkan.
Reporter: Apakah kamu pernah merasa mengantuk saat nianfo (melafalkan nama Buddha)?
Xian’er: Maksudmu ketika saya kehabisan baterai?
Reporter: Bagaimana kamu tahu begitu banyak?
Xian’er: Semakin kamu banyak tahu, semakin banyak masalah.
Reporter: Dapatkah saya membawa kamu pergi dengan saya?
Xian’er: Apakah kamu bercanda? Tidak mungkin!
Robot Xian’er yang tercipta dari hasil kerja sama antara Vihara Longquan dengan perusahaan teknologi yang bergerak dibidang kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) dan universitas lokal, juga memiliki akun sendiri di Weibo dan aplikasi Wechat.[Bhagavant].