Beda Jasa Kebajikan, Berkah Kebajikan dan Pahala

Umat bertanya:
Apa beda jasa kebajikan, berkah kebajikan dan pahala? Dengan kisah berikut sebagai perumpamaan, ketika Bodhidharma bertemu dengan Kaisar Liang Wudi yang telah banyak berbuat kebajikan, namun Bodhidharma malah mengatakan Kaisar Liang Wudi tidak memiliki jasa kebajikan. Mohon guru menjelaskannya.

Master Chin Kung menjawab:
Hal ini harus dijelaskan dengan benar. Ketika Bodhidharma tiba di Tiongkok, beliau bertemu dengan Kaisar Liang Wudi. Kaisar Liang Wudi berkata pada Bodhidharma, sejak menduduki tahta, dia mengerahkan segenap perhatiannya untuk mendukung penyebaran Ajaran Buddha, mendirikan lebih dari 440 bangunan vihara. Membantu insan yang ingin menjadi anggota Sangha, paduka amat menyenangi insan yang bersedia menjadi Bhiksu-Bhiksuni. Dia akan mendukung mereka, sehingga pada masa pemerintahannya, jumlah anggota Sangha mencapai lebih dari ratusan ribu orang. Dia membanggakan diri di hadapan Bodhidharma, menganggap bahwa jasa kebajikannya sungguh besar.

Bodhidharma menjawab dengan sejujurnya, bahwa kaisar tidak memiliki jasa kebajikan! Harus jelas akan makna jasa kebajikan, jasa kebajikan adalah sila, samadhi dan prajna. Kebajikan yang anda perbuat sama sekali tidak memperoleh samadhi, tidak membuka kebijaksanaan. Jika anda memperoleh samadhi, anda takkan bertanya dan takkan membanggakan diri telah melakukan berapa banyak kebajikan. Maka itu kaisar tidak memiliki jasa kebajikan, yang juga berarti tidak memiliki samadhi dan prajna. Bukan hanya samadhi dan prajna, bahkan sila pun tidak dimilikinya. Mengapa dikatakan tidak memiliki sila? Karena di dalam sila tidak boleh membanggakan diri. Maka itu sila, samadhi dan prajna tidak dimilikinya, bagaimana mungkin ada jasa kebajikan?

Mendengar ucapan Bodhidharma, Kaisar Liang Wudi merasa amat tidak senang, muncul kebenciannya, dan tidak mempedulikan Bodhidharma. Sehingga Bodhidharma terpaksa pergi ke Vihara Shaolin dan bersamadhi menghadap dinding selama sembilan tahun, tidak ada orang yang peduli padanya.

Andaikata Kaisar Liang Wudi bertanya padanya: “Kebajikan yang telah saya lakukan ini berkah kebajikannya besar tidak?” Jawabannya tentu sangat besar, jadi kebajikan yang dilakukannya adalah berkah kebajikan bukan jasa kebajikan. Berkah kebajikan tidak dapat mengakhiri tumimbal lahir, ke alam mana anda akan menikmati berkah kebajikan anda? Tidak pasti, hal ini harus anda pahami dengan jelas.

Berkah kebajikan yang besar belum tentu akan mengantar anda terlahir ke alam surga, walaupun berkah kebajikan anda besar juga dapat jatuh ke alam rendah. Sebab kelahiran di enam alam tumimbal lahir ada dua jenis karma yakni yang pertama adalah Āksepaka Karman, karma yang menuntun anda terlahir di alam mana. Karma apa yang menuntun anda terlahir ke alam manusia? Ini karena pada kehidupan yang lampau anda melatih Lima Sila dan Sepuluh Kebajikan; Lima Sila dan Sepuluh Kebajikan adalah benih karma yang ditanam pada masa kehidupan lampau, menuntun anda terlahir ke alam manusia.

Sedangkan kebajikan yang dipupuk Kaisar Liang Wudi termasuk Paripuraka karman, yakni karma yang membawa anda menikmati pahala di dunia ini, menikmati kesenangan adalah pahala, yang dia latih adalah Paripuraka karman.

Lihatlah sama-sama terlahir di alam manusia, tetapi mengapa ada yang kaya dan miskin, usia panjang dan pendek, lingkungan hidup yang berbeda? Yang membedakan semua ini adalah Paripuraka karman. Jika terlahir di alam yang sama maka disebut memiliki Āksepaka Karman (karma penuntun) yang sama, sedangkan yang dilatih masing-masing adalah Paripuraka karman. Andaikata dia tidak dapat mengamalkan Lima Sila dan Sepuluh Kebajikan, maka kelak ke mana dia akan menikmati pahalanya? Dapat kita bayangkan, dia bakal terlahir ke alam setan kelaparan untuk menikmati pahalanya, atau terlahir ke alam binatang untuk menikmati pahalanya.

Di alam setan kelaparan ada yang menjadi raja setan, dewa bumi, dewa gunung, ini merupakan contoh setan yang memiliki pahala. Mereka memiliki kuil, banyak yang memberi persembahan sesajian, inilah cara mereka menikmati pahalanya. Sedangkan yang terlahir ke alam binatang, contohnya seperti raja naga sahabat Bhiksu An Shi-gao, dia adalah ular, alam binatang. Raja naga ini pada mulanya adalah sahabat Bhiksu An Shi-gao  yang sama-sama melatih diri. Menurut Bhiksu An Shi-gao, pelatihan diri sahabatnya ini sangat lumayan, mengerti makna sutra dan suka berdana. Karena dia mengerti makna sutra makanya dia memiliki kebijaksanaan. Raja naga ini sungguh sakti, segala permintaan dapat dikabulkannya, ini dikarenakan pada masa kelahiran lampaunya Bhiksu ini mampu berceramah. Dia juga suka berdana, berdana akan memperoleh pahala yang besar, makanya dia memiliki pahala dan kebijaksanaan.

Lalu mengapa dia bisa terlahir ke alam binatang?  Ini dikarenakan tidak melatih Lima Sila dan Sepuluh Kebajikan dengan baik. Sebab terlahirnya ke alam binatang, menurut penuturan Bhiksu An Shi-gao, yang  juga memperingatkan kita agar selalu mawas diri, karena kebenciannya yang tidak dilenyapkan. Apa yang membuatnya benci? Yakni setiap hari dia berpindapatra, jika umat mempersembahkan nasi dan sayur yang enak, maka dia akan bersukacita, sebaliknya jika umat mempersembahkan nasi dan sayur yang tidak enak, maka dia akan merasa kesal dan marah, walaupun tidak dikeluarkannya dalam tindakan, namun ada di dalam hatinya; setiap hari saya mempersembahkan Dharma Dana kepada kalian, apakah ini cara kalian membalasku?

Hanya karena niat ini saja maka jatuh ke alam binatang. Cobalah kita melihat kembali pada diri kita sendiri, ketrampilan melatih diri kita sedikitpun tidak sebanding dengan raja naga ini. Namun emosi kita lebih besar dibandingkan dengan dirinya, beliau saja masih dapat menutupi amarahnya, walaupun tidak diwujudkan keluar, namun dihatinya tidak seimbang, dia masih mampu menyimpannya. Sedangkan kita setiap hari membelalakkan mata memarahi orang lain, dia jatuh ke alam binatang menjadi raja naga, sedangkan kita mungkin sudah jatuh ke neraka menjalani hukuman penderitaan, ini adalah contoh yang amat nyata, kita tidak boleh tidak mengetahuinya. Maka itu jasa kebajikan dan berkah kebajikan itu tidak sama.